• PENGERTIAN HAK CIPTA
Dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang – Undang Nomer 19 tahun 2002 tentang hak cipta dinyatakan bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak menguangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama- sama yang atas ispirasinya melahirkan ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,majinasi,kecekatan,ketrampilan atau keahlian yang dituangkan ke dalam benuk yang khas dan bersifat pribadi.
Hak cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights dan hak moral (moral rights. Hak ekonomi adalah hak unuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait, contoh hak ekonomi ini adalah, hak cipta batik Indonesia yang sekarang sudah diresmikan oleh dunia internasional . Batik Indonesia yang diharapkan dapat menjadi identitas dan ciri batik buatan Indonesia.”Batikmark” Batik Indonesia ditetapkan menjadi tanda yang menunjukkan identitas dan ciri batik buatan Indonesia yang terdiri dari tiga jenis yaitu batik tulis, batik cap dan batik kombinasi tulis dan cap dengan Hak Cipta nomor 034100 tanggal 5 Juni 2007.
Sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alas an apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dilahirkan.
• FUNGSI DAN SIFAT HAK CIPTA
Berdasakan pasal 2 undang –undang nomer 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, hak cipta merupakan hak ekslusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis seelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang –undangan yang berlaku. Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak, sehingga hak cipta dapat dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan , hibah , wasiat, prjanjian tertulis, atau sebab – sebab lain yang dibenarkan oleh perturan perundang undangan.
• CIPTAAN YANG DILINDUNGI
Dalam undang –undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang mencakup :
- Lagu atau music dengan atau tanpa teks
- Seni Batik
- Jamu tradisional Indonesia
- Sinematografi
- Buku, proram dan semua hasil karya tulis lain.
Sementara itu, yang tidak ada hak cipta meliput :
- Peraturan perundang- undangan
- Hasil Rapat terbuka lembaga –lembaga Negara
- Putusan pengadilan atau penetapan HAKI
• MASA BERLAKU HAK CIPTA
Dalam pasal 29 sampai dengan pasal 34 UUD No. 19 tahun 2002 tentang hak cipta diatur masa / jangka waktu untuk suatu ciptaan.
- Hak cipta yang berlaku selama hidup pencipta dan terus menerus selama 50 tahun adalah contoh : Lagu, bila si pencipta telah meninggal dunia maka royalty lagu tersebut akan jatuh kepada keluarga si pencita atau ahli waris nya.
• PENYELESAIAN SENGKETA
Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga atas pelanggaran hak cipta dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu, seperti yang terjadi baru – baru ini ,kasus hak cipta batik yang diklaim Malaysia sebagai hak miliknya,dan akhirnya batik Indonesia diakui oleh dunia internasional.selain itu hak cipta tempe yang diakui oleh jepang. dan pelanggaran terhadap hak cipta diatur dalam pasal 72 dan pasal 73 Undang – Undang nomer 19 tahun 2002 yang dapat dikenakan hokum pidana.
Contoh Pelanggaran Hak cipta (bukan hak paten) di Indonesia
Penahanan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap Ketut Deny Aryasa, seorang perajin perak Bali, atas tuduhan peniruan hak cipta (bukan hak paten) motif kerajinan perak Bali disambut sesal masyarakat. Para pemerhati budaya dan sejumlah politikus menyuarakan keheranan dan kegeraman mereka terhadap PT. Karya Tangan Indah (KTI), si empunya hak cipta motif kerajinan perak “fleur” yang dituduhkan telah “ditiru” oleh Deny. Bagaimana tidak, motif “fleur” tersebut disebutkan adalah motif tradisional Bali, jadi mengapa sampai bisa didaftarkan hak cipta-nya oleh KTI ? KTI sendiri membantah pernyataan bahwa “fleur” adalah motif tradisional Bali. Perusahaan tersebut berargumen bahwa motif itu ditemukan oleh pekerjanya di bengkel kreasinya sehingga KTI merasa berhak mendaftarkan hak cipta-nya.
Kasus Deny Aryasa ini menyusul sejumlah kasus klaim produk budaya Indonesia oleh orang asing. Mulai dari motif batik, wayang, angklung, reog, sampai lagu “rasa sayange”. Guna meningkatkan pemahaman kita atas perlindungan hak cipta dan mencegah terulangnya kasus serupa, marilah kita sejenak menelaah perlindungan hukum internasional dan nasional terhadap produk-produk budaya.
Kita mulai dari payung besar bernama “hak kekayaan intelektual” atau HKI (intelectual property rights). HKI terbagi dalam dua kategori, yaitu hak industrial, terdiri dari paten, desain industri, dan merk; dan hak cipta. Hak cipta adalah pengakuan eksklusif yang diberikan kepada seseorang atas ciptaannya, yang merupakan hasil dari pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, dan keahlian yang bersangkutan (vide UU No 19/2002 tentang Hak Cipta). Termasuk di dalam hak cipta ini di antaranya buku, lagu, syair, seni rupa, motif batik, dan foto. Hak paten sendiri adalah pengakuan eksklusif yang diberikan kepada seorang penemu, terkait penemuannya di bidang teknologi (vide UU No 14/2001 tentang Paten). Dari ketentuan ini, dipahami bahwa tidaklah tepat pernyataan sebagian masyarakat mengenai “perlindungan paten” terhadap batik, lagu rakyat, atau kerajinan. Karena produk-produk itu tidak berada di ranah teknologi, hak cipta-lah yang akan melindungi mereka.
Terhadap produk budaya Indonesia, seperti motif batik tradisional, wayang, reog, dlsb, UU Hak Cipta menegaskan bahwa semuanya dikategorikan sebagai folklor, di mana hak cipta-nya dipegang oleh Negara Indonesia.